Friday, August 31, 2018

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM QS. AL-QURAISY

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
DALAM QS. AL-QURAISY


Abstrak
Suku Quraisy saat ini sudah tidak ada lagi, namun di dalam Al-Qur’an terdapat QS. Al-Quraisy yang menjelaskan tentang keadaan suku ini kala itu. Hal ini bukan berati surat ini sudah tidak lagi dapat digunakan pada zaman ini. Jika ditelaah dari sudut pandang ilmu tafsir dan ilmu pendidikan, surat ini mengandung karakteristik yang ideal untuk dimiliki oleh seorang peserta didik. Walaupun secara tekstual tidak ada ayat yang secara langsung menjalaskan tentang peserta didik. Namun nilai-nilai pendidikan dapat diambil dari surat ini. Pelajaran dari karakteristik suku Quraisy dapa zaman dahulu masih relevan dengan kondisi peserta didik pada zaman ini. Diantara karakteristik peserta didik yang terkandung dalam QS. Al-Quraisy adalah kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Karakteristik ini harus dimiliki oleh peserta didik agar ia dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

Kata Kunci: Karakteristik; Peserta Didik; Quraisy

Pendahuluan
Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Dalam sejarah umat manusia, Al Qur'an merupakan manuskrip pertama yang sangat berpengaruh dalam mendorong kemajuan peradaban manusia.[1]  Al-Qur’an juga tidak akan pernah lekang oleh waktu. Al-Qur’an akan selamanya relevan dengan zaman. Tidak ada satu ayat Al-Qur’an pun yang boleh dihapuskan karena alasan sudah tidak sesuai dengan zaman. Di dalam Al-Qur’an memang terdapat beberapa ayat dan surat yang menceritakan tentang masa lalu -QS. Al-Quraisy misalnya-, namun bukan berarti  ayat atau surat tersebut tidak lagi dapat dijadikan petunjuk.
Al-Qur’an pada umumnya memuat prinsip-prinsip, konsep-konsep pokok, serta ketentuan-ketentuan yang masih memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga dapat mencapai tujuan sebenarnya Al-Qur'an diturunkan.[2] Maka kemudian muncul-lah ilmu tafsir, ilmu yang akan mengungkap makna di balik nash Al-Qur’an dan menjadi jawaban akan pertanyaaan tentang relevansi manuskrip berusia ribuan tahun itu dengan perkembangan zaman kini.
QS. Al-Quraisy menceritakan tentang suku Quraisy yang hidup pada ribuan tahun lalu. Faktanya suku Quraisy sudah tidak ada lagi saat ini. Maka apakah QS. Al-Quraisy ini sudah tidak lagi layak untuk tetap menjadi bagian Al-Qur’an? Tentu tidak jawabannya. Memahami Al-Qur’an tidak bisa dilakukan hanya dengan memahami teks semata, tetapi juga memahami konteks serta berusaha tidak terjebak dengan apa yang tersurat, dengan menemukan makna tersirat dalam setiap ayat-ayat Al-Qur’an.
Para mufassir memberikan penafsiran beragam terhadap QS. Al-Quraisy dari sudut pandang mereka masing-masing. Jika ditelaah dari segi tekstual dan kontekstual, QS. Al-Quraisy dapat berkaitan dengan aspek pendidikan, khususnya tentang karakteristik peserta didik. Karakteristik suku Quraisy yang dijelaskan dalam surat ini dapat dijadikan sebagai model dari karakteristik ideal bagi peserta didik sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek pendidikan itu sendiri.

Tafsir QS. Al-Quraisy
QS. Al-Quraisy terdiri dari empat ayat dan termasuk dalam golongan makiyyah. Golongan makiyyah adalah ayat atau surat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW berangkat hijrah ke Madinah meskipun ayat tersebut bukan turun di Mekah.[3] QS. Al-Quraisy diturunkan setelah QS. At-Tin. Surat ini adalah surat ke 106. Nama Al-Quraisy diambil dari lafadz quraisy yang terdapat pada ayat pertama yang artinya “suku Quraisy.” Quraisy pada awalnya berasal dari nama tokoh putra An-Nazhar putra Kinanah yang hidup di semenanjung Arab.[4] Kemudian beranak pinak hingga akhirnya menjadi nama suku bahkan menjadi nama bangsa di jazirah Arab.
Sebagian mufasir berpendapat bahwa huruf lam yang tercantum pada awal surat ini terkait dengan surat Al-Fiil. Sebagai jawaban dari pertanyaan, mengapa Allah SWT menghancurkan pasukan bergajah yang hendak menyerang Mekah? Kemudian dijawab, karena orang Quraisy biasa bepergian dan senantiasa menjaga tanah suci. Itulah sebabnya Umar Bin Khathab saat menjadi imam shalat ketika membaca surat Al-Fiil selalu digabung dengan surat Al-Quraisy.[5] Bahkan Ubay bin Ka’ab tidak memisahkan antara surat Al-Fiil dengan surat Al-Quraisy ini baik dalam bacaan, maupun dalam tulisannya.[6]
Lafadz إِيلَافِ berasal dari kata ألف – إلفا – إلافا yang berati membiasakan atau melakukan sesuatu secara terus menerus tanpa paksaaan. Kebiasaan kaum Quraisy melakukan perjalanan setiap musim. Musim dingin mereka pergi ke daerah selatan (kawasan Yaman), dan di musim panas ke daerah utara (kawasan Syam, Syiria, Palestina).[7] Dengan banyaknya kesempatan bepergian di segala musim, maka kaum Quraisy memperoleh keuntungan dalam perniagaan dan membuka jaringan dalam berbagai aspek kehidupan.
Ayat ke-tiga surat ini yakni lafadz فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ , menurut sebagian ulama, justru ayat inilah yang menjadi pokok kalimat dari ayat sebelumnya, bukannya surat Al-Fiil. Oleh karena itu rangkaian ayat ini bermakna,”karena orang Quraisy mendapat nikmat yang banyak sehingga bisa bepergian ke berbagai kawasan baik di musim dingin maupun di musim panas, maka sepantasnya mereka beribadah kepada Allah SWT.” Namun ada ulama lain berpendangan bahwa ayat ini sebagai perintah bersyukur pada Allah SWT yang telah memberi nikmat dibebaskannya dari gempuran pasukan bergajah dan kebebasan bepergian. Syukur yang mereka lakukan dengan cara beribadah kepada Allah SWT sebagai pemilik baitullah (Ka’bah). Di samping itu, ayat ini sebagai kritik bagi kaum Quraisy yang melupakan tanggung jawab mereka kepada Allah SWT, disebabkan kesibukannya dalam perjalanan dan perdagangan.
            Kemudian ayat terakhirnya yakni kalimat الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ, Maksudnya, Allah-lah yang telah memberi makan mereka dari rasa lapar, dan menganugerahkan kepada mereka rasa aman dan keringanan. Artinya agar mereka tidak merasa takut lagi, karena mereka sering mengalami kelaparan, sebab di Mekah tidak terdapat lahan pertanian, begitu pula mereka pun pernah dicekam oleh rasa takut, yaitu ketika tentara bergajah datang kepada mereka dengan maksud untuk menghancurkan Ka’bah.[8] Oleh karenanya, mengandung perintah bagi mereka untuk senantiasa mengesakan Allah dalam beribadah hanya kepada-Nya semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, serta tidak beribadah kepada selain diri-Nya baik itu dalam bentuk patung, sekutu, maupun berhala, niscaya Allah akan menggabungkan untuknya rasa aman di dunia dan di akhirat.[9]

Karakteristik Peserta Didik dalam QS. Al-Quraisy
Secara bahasa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.[10] Ada pula yang menyatakan bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, maupun secara psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan.[11]
Dalam paradigma Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[12]
Arifuddin Arif mengemukakan tentang hakikat peserta didik sebagai berikut.
1)    Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan lain sebagainya.
2)   Peserta didik adalah yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup penting untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan dengan faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
3)   Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan tersebut adalah, kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan lancar.
4)  Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Pemahaman tentang diferensiasi Individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaantersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
5)   Peserta didik memiliki dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani mamiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembicaraan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh. Dalam dataran praktis, pendidikan Islam tidak hanya mengutamakan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis.
6)  Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengambangkan dan mengarahkan perkembangan tujuan tersebut sesuai dengan tujuan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas kemanusiaan-nya, baik secara vertikal maupun horizontal.[13]
Karakter adalah keseluruhan kualitas atau sifat yang menjadi ciri bagi seseorang untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Maka karakteristik peserta didik berisi hal-hal yang seharusnya ada pada diri seorang peserta didik untuk dapat memperoleh apa yang menjadi tujuannya.[14] Adapun isyarat tentang karakteristik ideal bagi peserta didik yang tersirat dalam QS. Al-Quraisy diantaranya adalah kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah.[15]
1)    Kebiasaan yang Baik (ايلاف)
Suku Quraisy menjadi suku yang terpandang pada masanya karena mereka dikenal memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu. Dalam hal ini peserta didik dalam upaya untuk memperoleh tujuan-tujuan pendidikan, maka ia harus memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam proses belajar. Esensi dari belajar adalah adanya perubahan perilaku bagi peserta didik. Langkah awal untuk mengubah perilaku adalah dengan membentuk suatu kebiasaan yang baik.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam menuntut ilmu yang selayaknya senantiasa dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah rajin membaca dan menulis, disiplin waktu, membersihkan diri serta lingkungan belajar, makan teratur dan bergizi, olah raga yang cukup, menjaga hubungan baik dengan orang tua, guru dan staf di sekolah, serta teman-teman di lingkungannya. Kebiasaan-kebiasaan ini akan membentuk perilaku belajar yang baik.
2)   Sikap Positif  (القريش)
Suku Quraisy termasuk suku yang mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Hal ini karena beberapa karakter baik dan citra positif yang mereka miliki.[16] Sikap positif ini menjadi sangat penting bagi peserta didik, karena sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki sikap negatif akan mengalami kesulitan belajar yang sangat mengganggu dalam pembelajaran. Sikap positif yang harus ada pada diri seorang peserta didik diantaranya sopan santun, rendah hati, jujur, amanah, dermawan, menghargai orang lain, taat akan tata tertib, istiqomah (konsisten), pantang menyerah, optimis, memiliki visi ke depan, dan lain sebagainya.
3)   Aktif (رحلة)
Lafadz رحلة mengandung arti perjalanan. Orang-orang Quraisy seringkali melakukan perjalanan jauh untuk berdagang dan keperluan lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bergerak aktif dalam mengajar apa yang menjadi tujuan mereka. Dari hal ini, karakter aktif ini hendaknya juga dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik hendaknya tidak diam dan hanya menunggu ilmu datang dengan sendirinya, karena hal itu tidaklah mungkin. Diperlukan keaktifan yang tinggi dalam pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar didapatkan secara maksimal. Peserta didik bukanlah hanya objek dari pendidikan, tetapi peserta didik juga sebagai subjek pendidikan, sehingga berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran, sangat dipengaruhi oleh aktif tidaknya peserta didik.
4)  Perencanaan yang Tepat  (الشتاء و الصيف)
Suku Quraisy dikenal sebagai suku yang hebat dalam merencanakan sesuatu. Mereka dapat membuat strategi yang matang untuk melakukan perjalanan perdagangan, sehingga tidak terganggu oleh pergantian musim. Hal ini juga yang harus menjadi karakteristik bagi peserta didik. Mereka harus mempunyai tujuan dan rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Perancanaan dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek mengandung target-target yang hendak dicapai dalam kurun waktu yang relatif dekat. Berisi tujuan-tujuan yang harus tercapai segera. Perencanaan jangka panjang berisi target-target yang hendak dicapai jauh di masa depan. Oleh karena itu peserta didik hendaknya memiliki cita-cita akan menjadi apa ia kelak di masa mendatang. Dengan adanya perencanaan ini, pembelajaran akan menjadi lebih terarah dan mendahululan prioritas yang berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan peserta didik.
5)   Mendekatkan Diri Kepada Allah  (فليعبدوا ربّ هذا البيت)
Tujuan utama dari pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini yang terkadang dilupakan oleh peserta didik. Mereka lebih terfokus pada aspek duniawi dan menyampingkan aspek spiritual. Padahal seorang peserta didik akan mendapatkan derajat yang tinggi jika ia memiliki ilmu dan untuk memperoleh ilmu, peserta didik harus mendekatkan diri kepada pemilik seluruh ilmu yakni Allah SWT. Aspek spiritual yang selayakya dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah sholat wajib berjamaah, memperbanyak berdzikir kepada Allah SWT, puasa sunah, istiqomah dalam sholat sunah rawatib (qobliyah dan ba’diyah) sholat sunah tahajud, sholat sunah dhuha dan lain sebagainya.
Jika karakteristik-karakteristik tersebut telah ada pada diri seorang peserta didik maka Allah SWT akan memberikan keutamaan yakni أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ . Allah akan memenuhi kebutuhannya dan menjamin rasa aman di dalam hidupnya. Dalam konteks ini, Allah akan memberikan apa yang dibutuhkan dan paling diinginkan oleh peserta didik yakni ilmu. Sehingga derajatnya akan naik. Allah SWT juga akan memberikan ketenangan baginya dalam menuntut ilmu. Ketenangan ini bahkan lebih berharga dari harta termahal sekalipun. Banyak orang yang memiliki harta melimpah, ilmu yang tinggi, namun hidupnya tidak tenang sehingga memilih untuk mengahiri hidupnya. Dengan demikian ketenangan merupakan anugerah yang sangat luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia-manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya.

Kesimpulan
Tafsir QS. Al-Quraisy menyatakan bahwa terdapat niai-nilai positif dari suku Quraisy yang dapat dijadikan pelajaran bagi umat manusia bahkan hingga masa kini, saat suku Quraisy sudah tidak lagi ada. Nilai-nilai positif tersebut dianggap berkaitan erat dengan karakteristik yang hendaknya dimiliki oleh peserta didik, sebagai objek dan subjek pendidikan. Karena pada hakikatnya peserta didik perspektif Islam merupakan manusia yang sedang berusaha menjadi manusia seutuhnya berlandaskan tuntunan ajaran-ajaran Agama Islam sebagai bekal mereka untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.
Karakteristik dalam QS. Al-Quraisy yang dapat dijadikan sebagai karakteristik peserta didik diantaranya yaitu kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mengenal karakteristik tersebut, peserta didik hendaknya menempatkan posisi dirinya agar dapat menjadi peserta didik yang seharusnya. Dengan demikian Allah akan memberikan keutamaan-keutamaan berupa dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dan diberikan ketenangan oleh Allah SWT.



Daftar Pustaka

Abdullah bin Muhammad, 2005, Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor.
Abu Abdillah Al-Qurthubi, tt, Al-Jami li Ahkam al-Qur`an, Darul Fikr, Beirut.
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, tt, Tafsir al-Maraghi Jilid 10, Darul Fikr, Beirut.
Arifuddin Arif, 2008, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Kultura (GP Press Group). Jakarta.
Hasbiyallah, The Development Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012).
Heris Hermawan. 2008.  Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka Ilmiah. Bandung.
Imam Husain Al-Baghowi, tt,  Tafsir al-Baghawi, Darul Ma’rifah, Libanon.
Jalaluddin Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, 1990, Tafsir Jalalain, Sinar Baru Bandung.
Mahmud, 2013, Inspiring Al-Quraisy for Success in Life, Sahifa, Bandung.
Manna Khalil Al-Qattan, 2009. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Litera antarnusa, Bogor, cet. 12.
Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal Darussalam, Volume 7, No.2 (Desember 2008).




[1] Hasbiyallah, The Development Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012), h. 410
[2] Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal Darussalam, Volume 7, No.2 (Desember 2008).
[3] Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Qur’an, (Litera Antarnusa, Bogor, cet. 12, 2016), hal. 82
[4] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid 10, (Darul Fikr, Beirut, tt), h.245
[5] Abu Abdillah Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, (Darul Fikr, Beirut, tt), h.200
[6] Imam Husain Al-Baghowi,  Tafsir Al-Baghawi, (Darul Ma’rifah, Libanon, tt), h.542.
[7] Jalaluddin Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Sinar Baru Bandung, 1990) h.269-270.
[8] ibid
[9] Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2005), h.549-550.
[10] Heris Hermawan. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. hal: 81.
[11] Arifuddin Arif. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. hal: 71.
[12] Ibid. h.71-72.

[13] Ibid. h.72-74.
[14] Ibid. h.75.
[15] Mahmud, Inspiring Al-Quraisy for Success in Life, (Sahifa, Bandung, 2013), h.41
[16] Ibid, h..74.


No comments:

Post a Comment