Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi ilmu yang baru saya dapat kemarin sore, beneran.. bener-bener kemaren sore saya baru ngaji tentang hal ini, hehe…, tentang munada yang diidhofatkan kepada ya mutakalim. Seperti yang kita udah tau, bahwa munada mudhof itu harus mansub, tapi ketika munada diidhofatkan dengan ya mutakalim –walau hukumnya tetep mansub–ada enam dialek bacaan:
يَا عِبَادِ
“Wahai hamba-hamba-Ku”
Sekilas info: Dialek ini nih yang paling banyak dipake.
2. Menetapkan ya dengan sukun dan menetapkan kasroh di huruf terakhir munada
يَا عِبَادِيْ
“Wahai hamba-hamba-Ku”
3. Menetapkan ya dengan harkat fathah dan menetapkan kasroh di huruf terakhir munada
يَا عِبَادِيَ
“Wahai hamba-hamba-Ku”
4. Menukar ya dengan alif dan menetapkan fathah di huruf terakhir munada
يَا عِبَادَا
“Wahai hamba-hamba-Ku”
5. Membuang ya dan menetapkan fathah di huruf terakhir munada
يَا عِبَادَ
“Wahai hamba-hamba-Ku”
6. Membuang alif dan menetapkan dhomah di huruf terakhir munada
يَا عِبَادُ
“Wahai hamba-hamba-Ku”
Itu dia enam dialek bacaan ketika munada bertemu ya mutakalim. Awalnya saya kira Cuma ada satu dialek aja, tapi ternyata ada banyak. So, pesan moral yang bisa kita ambil dari tulisan ini adalah jangan pernah merasa diri sendiri yang paling benar, karena bisa jadi ilmu kita yang belum sampai. Sekian untuk kali ini, semoga tulisan singkat ini bermanfaat, syukron, thanks, hatur nuhun, dan terima kasih.
Wallahu a’lam bishowab.
Sumber: Abdullah ibn Ahmad. 2008. Fawakihul Janiyah. Al-Haramain Jaya Indonesia (hal. 62).
No comments:
Post a Comment