KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
DALAM QS. AL-QURAISY
Abstrak
Suku Quraisy saat ini sudah tidak ada lagi, namun di dalam Al-Qur’an
terdapat QS. Al-Quraisy yang menjelaskan tentang keadaan suku ini kala itu. Hal
ini bukan berati surat ini sudah tidak lagi dapat digunakan pada zaman ini. Jika
ditelaah dari sudut pandang ilmu tafsir dan ilmu pendidikan, surat ini
mengandung karakteristik yang ideal untuk dimiliki oleh seorang peserta didik.
Walaupun secara tekstual tidak ada ayat yang secara langsung menjalaskan
tentang peserta didik. Namun nilai-nilai pendidikan dapat diambil dari surat
ini. Pelajaran dari karakteristik suku Quraisy dapa zaman dahulu masih relevan
dengan kondisi peserta didik pada zaman ini. Diantara karakteristik peserta
didik yang terkandung dalam QS. Al-Quraisy adalah kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang
tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Karakteristik ini harus dimiliki oleh
peserta didik agar ia dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Kata Kunci: Karakteristik; Peserta
Didik; Quraisy
Pendahuluan
Al-Quran
sebagai petunjuk bagi manusia, mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia di
dunia dan akhirat. Dalam sejarah umat manusia, Al Qur'an merupakan manuskrip pertama yang sangat berpengaruh dalam mendorong kemajuan peradaban manusia.[1] Al-Qur’an juga tidak akan pernah lekang oleh
waktu. Al-Qur’an akan selamanya relevan dengan zaman. Tidak ada satu ayat
Al-Qur’an pun yang boleh dihapuskan karena alasan sudah tidak sesuai dengan
zaman. Di dalam Al-Qur’an memang terdapat beberapa ayat
dan surat yang menceritakan tentang masa lalu -QS. Al-Quraisy misalnya-, namun bukan berarti ayat atau surat tersebut tidak lagi dapat
dijadikan petunjuk.
Al-Qur’an
pada umumnya memuat prinsip-prinsip, konsep-konsep pokok, serta
ketentuan-ketentuan yang masih memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga
dapat mencapai tujuan sebenarnya Al-Qur'an diturunkan.[2] Maka kemudian muncul-lah ilmu tafsir, ilmu yang akan mengungkap makna di
balik nash Al-Qur’an dan menjadi jawaban akan pertanyaaan tentang relevansi
manuskrip berusia ribuan tahun itu dengan perkembangan zaman kini.
QS. Al-Quraisy menceritakan tentang suku
Quraisy yang hidup pada ribuan tahun lalu. Faktanya suku Quraisy sudah tidak
ada lagi saat ini. Maka apakah QS. Al-Quraisy ini sudah tidak lagi layak untuk
tetap menjadi bagian Al-Qur’an? Tentu tidak jawabannya. Memahami Al-Qur’an
tidak bisa dilakukan hanya dengan memahami teks semata, tetapi juga memahami
konteks serta berusaha tidak terjebak dengan apa yang tersurat, dengan
menemukan makna tersirat dalam setiap ayat-ayat Al-Qur’an.
Para mufassir memberikan penafsiran beragam
terhadap QS. Al-Quraisy dari sudut pandang mereka masing-masing. Jika ditelaah
dari segi tekstual dan kontekstual, QS. Al-Quraisy dapat berkaitan dengan aspek
pendidikan, khususnya tentang karakteristik peserta didik. Karakteristik suku
Quraisy yang dijelaskan dalam surat ini dapat dijadikan sebagai model dari
karakteristik ideal bagi peserta didik sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek
pendidikan itu sendiri.
Tafsir QS. Al-Quraisy
QS.
Al-Quraisy terdiri dari empat ayat dan termasuk
dalam golongan makiyyah. Golongan makiyyah adalah ayat atau surat
yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW berangkat hijrah ke Madinah meskipun ayat
tersebut bukan turun di Mekah.[3]
QS. Al-Quraisy diturunkan setelah QS. At-Tin. Surat ini adalah surat ke 106. Nama
Al-Quraisy diambil dari lafadz quraisy yang terdapat pada ayat pertama
yang artinya “suku Quraisy.” Quraisy pada awalnya berasal dari nama tokoh putra An-Nazhar
putra Kinanah yang hidup di semenanjung Arab.[4] Kemudian beranak pinak hingga akhirnya menjadi
nama suku bahkan menjadi nama bangsa di jazirah Arab.
Sebagian mufasir berpendapat
bahwa huruf lam yang tercantum pada awal surat
ini terkait dengan surat Al-Fiil.
Sebagai jawaban dari pertanyaan, mengapa Allah SWT
menghancurkan pasukan bergajah yang hendak menyerang Mekah?
Kemudian dijawab, karena orang Quraisy biasa bepergian
dan senantiasa menjaga tanah suci. Itulah sebabnya Umar Bin Khathab saat
menjadi
imam shalat ketika membaca surat Al-Fiil
selalu digabung dengan surat Al-Quraisy.[5] Bahkan Ubay
bin Ka’ab
tidak memisahkan antara surat Al-Fiil
dengan surat Al-Quraisy ini baik dalam bacaan, maupun dalam
tulisannya.[6]
Lafadz إِيلَافِ berasal dari kata ألف – إلفا – إلافا yang berati
membiasakan atau melakukan sesuatu secara terus menerus tanpa paksaaan.
Kebiasaan kaum Quraisy melakukan perjalanan setiap musim. Musim dingin mereka
pergi ke daerah selatan (kawasan Yaman), dan di musim panas ke daerah utara
(kawasan Syam, Syiria, Palestina).[7]
Dengan banyaknya kesempatan bepergian di segala musim,
maka kaum Quraisy memperoleh keuntungan dalam perniagaan dan membuka jaringan
dalam berbagai aspek kehidupan.
Ayat ke-tiga surat ini yakni lafadz فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ ,
menurut
sebagian ulama, justru ayat inilah yang menjadi pokok kalimat dari ayat
sebelumnya, bukannya surat Al-Fiil. Oleh karena itu rangkaian ayat ini
bermakna,”karena orang Quraisy mendapat nikmat yang banyak sehingga bisa
bepergian ke berbagai kawasan baik di musim dingin maupun di musim panas, maka
sepantasnya mereka beribadah kepada Allah SWT.” Namun ada ulama lain
berpendangan bahwa ayat ini sebagai perintah bersyukur pada Allah SWT yang
telah memberi nikmat dibebaskannya dari gempuran pasukan bergajah dan kebebasan
bepergian. Syukur yang mereka lakukan dengan cara beribadah kepada Allah SWT
sebagai pemilik baitullah (Ka’bah). Di samping itu, ayat ini sebagai
kritik bagi kaum Quraisy yang melupakan tanggung jawab mereka kepada Allah SWT,
disebabkan kesibukannya dalam perjalanan dan perdagangan.
Kemudian ayat terakhirnya yakni kalimat الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ
مِنْ خَوْفٍ, Maksudnya,
Allah-lah yang telah memberi makan mereka dari rasa lapar, dan menganugerahkan
kepada mereka rasa aman dan keringanan. Artinya agar mereka tidak merasa takut lagi, karena mereka sering
mengalami kelaparan, sebab di Mekah tidak terdapat lahan pertanian, begitu pula
mereka pun pernah dicekam oleh rasa takut, yaitu ketika tentara bergajah datang
kepada mereka dengan maksud untuk menghancurkan Ka’bah.[8] Oleh karenanya,
mengandung perintah bagi mereka untuk senantiasa mengesakan Allah dalam
beribadah hanya kepada-Nya semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, serta tidak
beribadah kepada selain diri-Nya baik itu dalam bentuk patung, sekutu, maupun
berhala, niscaya Allah akan menggabungkan untuknya rasa aman di dunia dan di
akhirat.[9]
Karakteristik Peserta Didik dalam QS. Al-Quraisy
Secara
bahasa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan
baik fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari
seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik,
perkembangan menyangkut psikis.[10]
Ada pula yang menyatakan bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik, maupun secara psikologis untuk mencapai tujuan
pendidikannya melalui lembaga pendidikan.[11]
Dalam paradigma Islam,
peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
(kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik
merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum
mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada
bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki
kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[12]
Arifuddin Arif mengemukakan tentang hakikat peserta didik sebagai berikut.
1) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan
tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar
perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan
pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang akan
diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan lain sebagainya.
2) Peserta didik adalah yang memiliki diferensiasi priodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup penting untuk diketahui agar
aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat
beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan dengan faktor usia
dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
3) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik
yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara
kebutuhan tersebut adalah, kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga
diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh
pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan
lancar.
4) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan
individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di
mana ia berada. Pemahaman tentang diferensiasi Individual peserta didik sangat
penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan menyangkut
bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap
dan perbedaantersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan
kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
5) Peserta didik memiliki dua unsur utama,
yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani mamiliki daya fisik yang menghendaki
latihan dan pembicaraan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara
unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk
mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk
mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk
mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan Islam hendaknya dilakukan
dengan memandang peserta didik secara utuh. Dalam dataran praktis, pendidikan
Islam tidak hanya mengutamakan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek
secara integral dan harmonis.
6) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah)
yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik
adalah membantu mengambangkan dan mengarahkan perkembangan tujuan tersebut
sesuai dengan tujuan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas kemanusiaan-nya,
baik secara vertikal maupun horizontal.[13]
Karakter
adalah keseluruhan kualitas atau sifat yang menjadi ciri bagi seseorang untuk
menunjukkan eksistensi dirinya. Maka karakteristik peserta didik berisi hal-hal
yang seharusnya ada pada diri seorang peserta didik untuk dapat memperoleh apa
yang menjadi tujuannya.[14]
Adapun isyarat tentang karakteristik ideal bagi peserta didik yang tersirat
dalam QS. Al-Quraisy diantaranya adalah kebiasaan yang baik, sikap positif,
aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah.[15]
1) Kebiasaan yang Baik (ايلاف)
Suku Quraisy menjadi suku yang terpandang pada masanya
karena mereka dikenal memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu. Dalam hal ini
peserta didik dalam upaya untuk memperoleh tujuan-tujuan pendidikan, maka ia
harus memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam proses belajar. Esensi dari belajar
adalah adanya perubahan perilaku bagi peserta didik. Langkah awal untuk
mengubah perilaku adalah dengan membentuk suatu kebiasaan yang baik.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam menuntut
ilmu yang selayaknya senantiasa dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah
rajin membaca dan menulis, disiplin waktu, membersihkan diri serta lingkungan
belajar, makan teratur dan bergizi, olah raga yang cukup, menjaga hubungan baik
dengan orang tua, guru dan staf di sekolah, serta teman-teman di lingkungannya.
Kebiasaan-kebiasaan ini akan membentuk perilaku belajar yang baik.
2) Sikap Positif (القريش)
Suku Quraisy termasuk suku yang
mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Hal ini karena beberapa karakter baik
dan citra positif yang mereka miliki.[16]
Sikap positif ini menjadi sangat penting bagi peserta didik, karena sangat
mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik. Peserta didik yang
memiliki sikap negatif akan mengalami kesulitan belajar yang sangat mengganggu
dalam pembelajaran. Sikap positif yang harus ada pada diri seorang peserta
didik diantaranya sopan santun, rendah hati, jujur, amanah, dermawan,
menghargai orang lain, taat akan tata tertib, istiqomah (konsisten),
pantang menyerah, optimis, memiliki visi ke depan, dan lain sebagainya.
3) Aktif (رحلة)
Lafadz رحلة
mengandung arti perjalanan. Orang-orang Quraisy seringkali melakukan perjalanan
jauh untuk berdagang dan keperluan lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka
bergerak aktif dalam mengajar apa yang menjadi tujuan mereka. Dari hal ini,
karakter aktif ini hendaknya juga dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik
hendaknya tidak diam dan hanya menunggu ilmu datang dengan sendirinya, karena
hal itu tidaklah mungkin. Diperlukan keaktifan yang tinggi dalam pembelajaran
sehingga proses dan hasil belajar didapatkan secara maksimal. Peserta didik
bukanlah hanya objek dari pendidikan, tetapi peserta didik juga sebagai subjek
pendidikan, sehingga berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran, sangat
dipengaruhi oleh aktif tidaknya peserta didik.
4) Perencanaan yang Tepat (الشتاء و الصيف)
Suku Quraisy dikenal sebagai suku yang
hebat dalam merencanakan sesuatu. Mereka dapat membuat strategi yang matang
untuk melakukan perjalanan perdagangan, sehingga tidak terganggu oleh
pergantian musim. Hal ini juga yang harus menjadi karakteristik bagi peserta
didik. Mereka harus mempunyai tujuan dan rencana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Perancanaan dapat dibagi menjadi
perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka
pendek mengandung target-target yang hendak dicapai dalam kurun waktu yang
relatif dekat. Berisi tujuan-tujuan yang harus tercapai segera. Perencanaan
jangka panjang berisi target-target yang hendak dicapai jauh di masa depan.
Oleh karena itu peserta didik hendaknya memiliki cita-cita akan menjadi apa ia
kelak di masa mendatang. Dengan adanya perencanaan ini, pembelajaran akan
menjadi lebih terarah dan mendahululan prioritas yang berhubungan langsung
dengan tujuan-tujuan peserta didik.
5) Mendekatkan Diri Kepada Allah (فليعبدوا ربّ هذا البيت)
Tujuan utama dari pendidikan Islam
adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini yang terkadang
dilupakan oleh peserta didik. Mereka lebih terfokus pada aspek duniawi dan
menyampingkan aspek spiritual. Padahal seorang peserta didik akan mendapatkan
derajat yang tinggi jika ia memiliki ilmu dan untuk memperoleh ilmu, peserta
didik harus mendekatkan diri kepada pemilik seluruh ilmu yakni Allah SWT. Aspek
spiritual yang selayakya dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah sholat
wajib berjamaah, memperbanyak berdzikir kepada Allah SWT, puasa sunah,
istiqomah dalam sholat sunah rawatib (qobliyah dan ba’diyah)
sholat sunah tahajud, sholat sunah dhuha dan lain sebagainya.
Jika karakteristik-karakteristik
tersebut telah ada pada diri seorang peserta didik maka Allah SWT akan
memberikan keutamaan yakni أَطْعَمَهُمْ
مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ . Allah akan memenuhi
kebutuhannya dan menjamin rasa aman di dalam hidupnya. Dalam konteks ini, Allah
akan memberikan apa yang dibutuhkan dan paling diinginkan oleh peserta didik
yakni ilmu. Sehingga derajatnya akan naik. Allah SWT juga akan memberikan
ketenangan baginya dalam menuntut ilmu. Ketenangan ini bahkan lebih berharga
dari harta termahal sekalipun. Banyak orang yang memiliki harta melimpah, ilmu yang tinggi,
namun hidupnya tidak tenang sehingga memilih untuk mengahiri hidupnya. Dengan
demikian ketenangan merupakan anugerah yang sangat luar biasa yang diberikan
oleh Allah SWT kepada manusia-manusia yang senantiasa mendekatkan diri
kepada-Nya.
Kesimpulan
Tafsir
QS. Al-Quraisy menyatakan bahwa
terdapat niai-nilai positif dari suku Quraisy yang dapat dijadikan pelajaran
bagi umat manusia bahkan hingga masa kini, saat suku Quraisy sudah tidak lagi
ada. Nilai-nilai positif tersebut dianggap berkaitan erat dengan karakteristik
yang hendaknya dimiliki oleh peserta didik, sebagai objek dan subjek
pendidikan. Karena pada hakikatnya peserta didik perspektif Islam merupakan
manusia yang sedang berusaha menjadi manusia seutuhnya berlandaskan tuntunan
ajaran-ajaran Agama Islam sebagai bekal mereka untuk kehidupan di dunia dan di
akhirat.
Karakteristik dalam QS. Al-Quraisy yang dapat
dijadikan sebagai karakteristik peserta didik diantaranya yaitu kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang
tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mengenal karakteristik
tersebut, peserta didik hendaknya menempatkan posisi dirinya agar dapat menjadi
peserta didik yang seharusnya. Dengan demikian Allah akan memberikan
keutamaan-keutamaan berupa dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dan diberikan
ketenangan oleh Allah SWT.
Daftar Pustaka
Abdullah
bin Muhammad, 2005, Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor.
Abu Abdillah Al-Qurthubi, tt, Al-Jami li Ahkam
al-Qur`an,
Darul Fikr, Beirut.
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, tt, Tafsir al-Maraghi Jilid 10,
Darul Fikr, Beirut.
Arifuddin Arif, 2008, Pengantar Ilmu
Pendidikan Islam. Kultura (GP Press Group). Jakarta.
Hasbiyallah,
The Development Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual
International Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012).
Heris Hermawan. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka
Ilmiah. Bandung.
Imam Husain Al-Baghowi, tt, Tafsir al-Baghawi, Darul Ma’rifah, Libanon.
Jalaluddin
Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, 1990, Tafsir Jalalain, Sinar Baru
Bandung.
Mahmud,
2013, Inspiring Al-Quraisy for Success in Life, Sahifa, Bandung.
Manna Khalil Al-Qattan, 2009. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Litera
antarnusa, Bogor, cet. 12.
Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal
Darussalam, Volume 7, No.2
(Desember 2008).
[1] Hasbiyallah, The Development
Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual International
Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012), h. 410
[2] Muhammad Husin, “Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal Darussalam, Volume 7, No.2 (Desember
2008).
[3] Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Qur’an, (Litera Antarnusa, Bogor, cet. 12,
2016), hal. 82
[7] Jalaluddin
Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Sinar Baru
Bandung, 1990) h.269-270.
[8] ibid
[9] Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu
Katsir, (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2005), h.549-550.
[11] Arifuddin Arif. 2008. Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam. hal: 71.
[13] Ibid. h.72-74.
[14] Ibid. h.75.
[15] Mahmud, Inspiring Al-Quraisy for
Success in Life, (Sahifa, Bandung, 2013), h.41
No comments:
Post a Comment