1. Nash dan Terjemah Hadits
عَنْ أَبُو عُبَيْدَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ ، فَإِنَّ
تَعَلُّمَهُ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَعْلِيمُهُ لِمَنْ لا
يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ، وَإِنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِي مَوْضِعِ
الشَّرَفِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالْعِلْمُ زَيْنٌ لأَهْلِهِ فِي الدُّنْيَا
وَالآخِرَةِ "
“Dari Jabir Bin Zaed, ia berkata:
Rasulullah s.a.w. bersabda: Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah
pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang
tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan
orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah
keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.”[1]
2. Analisis Kualitas Hadits
Kualitas
sebuah hadits dapat ditentukan dengan melakukan dua cara, yakni tashih
dan i’tibar, yang keduanya memerlukan takhrij terlebih dahulu. Tashih
dengan menentukan kualitas hadits berdasarkan kajian dirayahnya dengan menilai
rawi dan sanad. I’tibar yaitu menentukan kualitas hadits berdasarkan
kitab hadits, berdasarkan syarahnya dan berdasarkan pembahasan kitabnya. Takhrij
adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits
tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan dan menjelaskan derajatnya ketika
diperlukan.[2]
Setelah
penyusun melakukan takhrij pada hadits di atas, penyusun hanya menemukan
satu hadits pada satu kitab sumber saja, yakni kitab Musnad Ar-Rabii’ bin
Habiib pada BAB ilmu, menuntut ilmu, dan keutamaan ilmu. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada jalur periwayatan lain selain jalur periwayatan hadits yang
dicantumkan pada kitab ini.
Kemudian
hadits tersebut dianalisis dengan cara tashih. Pertama penyusun
mengidentifikasi para perawi hadits tersebut. Berikut ini hasilnya:
No
|
Nama
Rawi
|
Jarh
dan Ta’dil
|
1
|
Muslim bin
Abi Karimah (Abu Ubaidah)
|
Majhul
|
2
|
Jabir bin
Zaed
|
Tsiqoh
|
Berdasarkan data ini, maka diragukan matannya mafru dan
sanadnya muttasil. Kemudian jika ditinjau berdasarkan i’tibar diwan, hadits
ini berada di dalam kitab Musnad, yang memungkinkan adanya hadits-hadits
shahih, hasan, dan dhaif. Maka dari semua tinjauan ini, dapat
dinyatakan bahwa kualitas hadits ini adalah dhaif.
3. Analisis Isi Kandungan Hadits
Pada hadits
tersebut, dijelaskan bahwa menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Walaupun teks tersebut tidak secara eksplisit menjelaskan tentang
pengertian pendidikan, namun di dalamnya terdapat isyarat yang dapat diambil
berkenaan dengan definisi atau pengertian pendidikan. Berdasarkan hadits di
atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah segala upaya untuk membuat
manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pendidikan
merupakan proses bagi manusia untuk mencapai derajat kesempurnaannya sebagai
manusia. Dalam perspektif Islam, konsep manusia sempurna (insan kamil)
adalah manusia yang senantiasa mengingat Allah dengan selalu mendekatkan diri
kepada-Nya. Dengan kata lain, secara tidak langsung, proses pendekatan diri
kepada Allah inilah yang dimaksud dengan pendidikan.
Derajat hadits
ini memang dhaif yang berarti tidak dapat dijadikan sebagai hujjah,
namun bukan berarti tidak bisa diamalkan sama sekali. Karena jika ditinjau dari
maknanya, tidak ada kejanggalan atau pertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an
ataupun hadits-hadits shahih. Jika kita tinjau lebih jauh lagi, bahkan hadits
ini dapat dikatakan ber-munasabah dengan ayat-ayat dan hadits-hadits
lain yang bersinggungan dengan pendidikan.
Misalnya saja di
dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11 yang menyatakan bahwa Allah akan meninggikan
derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan.
Pengangkatan derajat ini dapat diartikan pula pendekatan kepada Allah. Kemudian
hadits ini juga bersinggungan dengan hadits shahih yang menjelaskan bahwa
menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan menjalankan kewajiban kita untuk menuntut ilmu berarti telah
melakukan proses pendekatan diri kepada Allah, dengan menjalankan segala perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.
Hadits di atas
memang tidak dapat dijadikan hujjah, manun masih dapat kita jadikan
motivasi dalam menuntut ilmu. Bukan berarti kita mengamalkan hadits tersebut
secara langsung, kita hanya cukup mengetahui saja bahwa ada hadits dengan teks
seperti itu dan kedudukan hadits tersebut adalah hadits dhaif. Maka yang
kita amalkan adalah ayat Al-Qur’an atau hadits lain yang dapat dijadikan hujjah
dengan memposisikan hadits tersebut di atas sebagai keterangan yang menjadi
generalisasi dari berbagai keterangan yang berkaitan.
No comments:
Post a Comment