Friday, August 31, 2018

Urgensi Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup bagi umat Islam. Seyogianya bagi kita orang Islam untuk senantiasa membaca, mempelajari, dan mengamalkannya. Oleh karena itu, pendidikan Agama Islam yang paling mendasar adalah tentang kemampuan baca tulis Al-Qur’an. Ibnu Sina mengungkapkan bahwa keterampilan membaca Al-Qur’an adalah prioritas pertama dan utama dalam pendidikan Islam. Perintah membaca Al-Qur’an juga terdapat pada ayat Al-Qur’an itu sendiri, yakni ayat yang pertama kali diturunkan yaitu, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Maha Menciptakan” (QS. Al-Alaq: 1). Selain ayat tersebut ada pula Hadits Nabi SAW. yang berbunyi, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).
Namun miris sekali jika kita lihat keadaan anak-anak generasi muda dewasa ini. Jarang anak-anak yang lidahnya terbiasa melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Bahkan masih banyak anak-anak muslim yang belum mengenal huruf hijaiyah. Sungguh memprihatinkan. Ironinya orang tua mereka seakan enggan menghiraukan keadaan ini. Mereka lebih khawatir anaknya tidak bisa aljabar daripada tidak bisa membaca Al-Qur’an.
Sudah saatnya bagi kita semua untuk menyadari bahwa betapa pentingya kemampuan baca Al-Qur’an. Karena kemampuan baca tulis Al-Qur’an seorang anak adalah tanggung jawab kita semua. Bukan hanya tanggung jawab guru di sekolah yang hanya punya waktu yang terbatas, tetapi semua anggota masyarakat, terutama orang tua sebagai pendidik pertama dan yang paling utama. Orang tua harus menjadi yang paling terdepan dalam upaya untuk mengajarkan anaknya membaca Al-Qur’an.
Kemampuan baca tulis Al-Qur’an haruslah dimulai sedini mungkin. Sejak kecil, anak harus diperkenalkan dengan Al-Qur’an, agar tumbuh rasa cinta terhadap Al-Qur’an sehingga mereka terdorong untuk mempelajarinya. Jika anak sejak kecilnya sudah terbiasa melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, maka ia akan terbiasa untuk terus membacanya hingga akhir hayatnya.
Dalam mengajarkan Al-Qur’an, kita juga harus memperhatikan kaidah-kaidah ilmu Tajwid. Agar anak tidak hanya sekedar mampu mengenal huruf, tetapi anak juga mampu melafalkan huruf-huruf hijaiyah sesuai dengan makhorijul huruf. Hal ini penting karena jika salah pengucapannya, maka salah pula artinya dan dapat merusak makna yang terkandung di dalam bacaan Al-Qur’an tersebut.

Tidak ada alasan bagi setiap muslim untuk tidak membaca Al-Qur’an, tidak peduli kita berasal dari kalangan alim ulama atau pedagang kaki lima, para ustadz atau pejabat, orang kaya atau orang yang hidup apa adanya, selama kita mengaku beragama Islam, maka kita semua harus mampu membaca Al-Qur’an, terus mempelajari Al-Qur’an, dan senantiasa mengamalkan Al-Qur’an.

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK DALAM QS. AL-QURAISY

KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
DALAM QS. AL-QURAISY


Abstrak
Suku Quraisy saat ini sudah tidak ada lagi, namun di dalam Al-Qur’an terdapat QS. Al-Quraisy yang menjelaskan tentang keadaan suku ini kala itu. Hal ini bukan berati surat ini sudah tidak lagi dapat digunakan pada zaman ini. Jika ditelaah dari sudut pandang ilmu tafsir dan ilmu pendidikan, surat ini mengandung karakteristik yang ideal untuk dimiliki oleh seorang peserta didik. Walaupun secara tekstual tidak ada ayat yang secara langsung menjalaskan tentang peserta didik. Namun nilai-nilai pendidikan dapat diambil dari surat ini. Pelajaran dari karakteristik suku Quraisy dapa zaman dahulu masih relevan dengan kondisi peserta didik pada zaman ini. Diantara karakteristik peserta didik yang terkandung dalam QS. Al-Quraisy adalah kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Karakteristik ini harus dimiliki oleh peserta didik agar ia dapat mencapai tujuan-tujuan pendidikan.

Kata Kunci: Karakteristik; Peserta Didik; Quraisy

Pendahuluan
Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Dalam sejarah umat manusia, Al Qur'an merupakan manuskrip pertama yang sangat berpengaruh dalam mendorong kemajuan peradaban manusia.[1]  Al-Qur’an juga tidak akan pernah lekang oleh waktu. Al-Qur’an akan selamanya relevan dengan zaman. Tidak ada satu ayat Al-Qur’an pun yang boleh dihapuskan karena alasan sudah tidak sesuai dengan zaman. Di dalam Al-Qur’an memang terdapat beberapa ayat dan surat yang menceritakan tentang masa lalu -QS. Al-Quraisy misalnya-, namun bukan berarti  ayat atau surat tersebut tidak lagi dapat dijadikan petunjuk.
Al-Qur’an pada umumnya memuat prinsip-prinsip, konsep-konsep pokok, serta ketentuan-ketentuan yang masih memerlukan penjabaran lebih lanjut sehingga dapat mencapai tujuan sebenarnya Al-Qur'an diturunkan.[2] Maka kemudian muncul-lah ilmu tafsir, ilmu yang akan mengungkap makna di balik nash Al-Qur’an dan menjadi jawaban akan pertanyaaan tentang relevansi manuskrip berusia ribuan tahun itu dengan perkembangan zaman kini.
QS. Al-Quraisy menceritakan tentang suku Quraisy yang hidup pada ribuan tahun lalu. Faktanya suku Quraisy sudah tidak ada lagi saat ini. Maka apakah QS. Al-Quraisy ini sudah tidak lagi layak untuk tetap menjadi bagian Al-Qur’an? Tentu tidak jawabannya. Memahami Al-Qur’an tidak bisa dilakukan hanya dengan memahami teks semata, tetapi juga memahami konteks serta berusaha tidak terjebak dengan apa yang tersurat, dengan menemukan makna tersirat dalam setiap ayat-ayat Al-Qur’an.
Para mufassir memberikan penafsiran beragam terhadap QS. Al-Quraisy dari sudut pandang mereka masing-masing. Jika ditelaah dari segi tekstual dan kontekstual, QS. Al-Quraisy dapat berkaitan dengan aspek pendidikan, khususnya tentang karakteristik peserta didik. Karakteristik suku Quraisy yang dijelaskan dalam surat ini dapat dijadikan sebagai model dari karakteristik ideal bagi peserta didik sebagai objek dan sekaligus sebagai subjek pendidikan itu sendiri.

Tafsir QS. Al-Quraisy
QS. Al-Quraisy terdiri dari empat ayat dan termasuk dalam golongan makiyyah. Golongan makiyyah adalah ayat atau surat yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW berangkat hijrah ke Madinah meskipun ayat tersebut bukan turun di Mekah.[3] QS. Al-Quraisy diturunkan setelah QS. At-Tin. Surat ini adalah surat ke 106. Nama Al-Quraisy diambil dari lafadz quraisy yang terdapat pada ayat pertama yang artinya “suku Quraisy.” Quraisy pada awalnya berasal dari nama tokoh putra An-Nazhar putra Kinanah yang hidup di semenanjung Arab.[4] Kemudian beranak pinak hingga akhirnya menjadi nama suku bahkan menjadi nama bangsa di jazirah Arab.
Sebagian mufasir berpendapat bahwa huruf lam yang tercantum pada awal surat ini terkait dengan surat Al-Fiil. Sebagai jawaban dari pertanyaan, mengapa Allah SWT menghancurkan pasukan bergajah yang hendak menyerang Mekah? Kemudian dijawab, karena orang Quraisy biasa bepergian dan senantiasa menjaga tanah suci. Itulah sebabnya Umar Bin Khathab saat menjadi imam shalat ketika membaca surat Al-Fiil selalu digabung dengan surat Al-Quraisy.[5] Bahkan Ubay bin Ka’ab tidak memisahkan antara surat Al-Fiil dengan surat Al-Quraisy ini baik dalam bacaan, maupun dalam tulisannya.[6]
Lafadz إِيلَافِ berasal dari kata ألف – إلفا – إلافا yang berati membiasakan atau melakukan sesuatu secara terus menerus tanpa paksaaan. Kebiasaan kaum Quraisy melakukan perjalanan setiap musim. Musim dingin mereka pergi ke daerah selatan (kawasan Yaman), dan di musim panas ke daerah utara (kawasan Syam, Syiria, Palestina).[7] Dengan banyaknya kesempatan bepergian di segala musim, maka kaum Quraisy memperoleh keuntungan dalam perniagaan dan membuka jaringan dalam berbagai aspek kehidupan.
Ayat ke-tiga surat ini yakni lafadz فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ , menurut sebagian ulama, justru ayat inilah yang menjadi pokok kalimat dari ayat sebelumnya, bukannya surat Al-Fiil. Oleh karena itu rangkaian ayat ini bermakna,”karena orang Quraisy mendapat nikmat yang banyak sehingga bisa bepergian ke berbagai kawasan baik di musim dingin maupun di musim panas, maka sepantasnya mereka beribadah kepada Allah SWT.” Namun ada ulama lain berpendangan bahwa ayat ini sebagai perintah bersyukur pada Allah SWT yang telah memberi nikmat dibebaskannya dari gempuran pasukan bergajah dan kebebasan bepergian. Syukur yang mereka lakukan dengan cara beribadah kepada Allah SWT sebagai pemilik baitullah (Ka’bah). Di samping itu, ayat ini sebagai kritik bagi kaum Quraisy yang melupakan tanggung jawab mereka kepada Allah SWT, disebabkan kesibukannya dalam perjalanan dan perdagangan.
            Kemudian ayat terakhirnya yakni kalimat الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ, Maksudnya, Allah-lah yang telah memberi makan mereka dari rasa lapar, dan menganugerahkan kepada mereka rasa aman dan keringanan. Artinya agar mereka tidak merasa takut lagi, karena mereka sering mengalami kelaparan, sebab di Mekah tidak terdapat lahan pertanian, begitu pula mereka pun pernah dicekam oleh rasa takut, yaitu ketika tentara bergajah datang kepada mereka dengan maksud untuk menghancurkan Ka’bah.[8] Oleh karenanya, mengandung perintah bagi mereka untuk senantiasa mengesakan Allah dalam beribadah hanya kepada-Nya semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, serta tidak beribadah kepada selain diri-Nya baik itu dalam bentuk patung, sekutu, maupun berhala, niscaya Allah akan menggabungkan untuknya rasa aman di dunia dan di akhirat.[9]

Karakteristik Peserta Didik dalam QS. Al-Quraisy
Secara bahasa peserta didik adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Pertumbuhan yang menyangkut fisik, perkembangan menyangkut psikis.[10] Ada pula yang menyatakan bahwa peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, maupun secara psikologis untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga pendidikan.[11]
Dalam paradigma Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.[12]
Arifuddin Arif mengemukakan tentang hakikat peserta didik sebagai berikut.
1)    Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan lain sebagainya.
2)   Peserta didik adalah yang memiliki diferensiasi priodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup penting untuk diketahui agar aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan dengan faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
3)   Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. Di antara kebutuhan tersebut adalah, kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu penting dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikannya dapat berjalan secara baik dan lancar.
4)  Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual, baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. Pemahaman tentang diferensiasi Individual peserta didik sangat penting untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap dan perbedaantersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok.
5)   Peserta didik memiliki dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani mamiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembicaraan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. Konsep ini bermakna bahwa suatu proses pendidikan Islam hendaknya dilakukan dengan memandang peserta didik secara utuh. Dalam dataran praktis, pendidikan Islam tidak hanya mengutamakan salah satu aspek saja, melainkan kedua aspek secara integral dan harmonis.
6)  Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas pendidik adalah membantu mengambangkan dan mengarahkan perkembangan tujuan tersebut sesuai dengan tujuan yang diinginkan, tanpa melepaskan tugas kemanusiaan-nya, baik secara vertikal maupun horizontal.[13]
Karakter adalah keseluruhan kualitas atau sifat yang menjadi ciri bagi seseorang untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Maka karakteristik peserta didik berisi hal-hal yang seharusnya ada pada diri seorang peserta didik untuk dapat memperoleh apa yang menjadi tujuannya.[14] Adapun isyarat tentang karakteristik ideal bagi peserta didik yang tersirat dalam QS. Al-Quraisy diantaranya adalah kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah.[15]
1)    Kebiasaan yang Baik (ايلاف)
Suku Quraisy menjadi suku yang terpandang pada masanya karena mereka dikenal memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu. Dalam hal ini peserta didik dalam upaya untuk memperoleh tujuan-tujuan pendidikan, maka ia harus memiliki kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam proses belajar. Esensi dari belajar adalah adanya perubahan perilaku bagi peserta didik. Langkah awal untuk mengubah perilaku adalah dengan membentuk suatu kebiasaan yang baik.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam menuntut ilmu yang selayaknya senantiasa dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah rajin membaca dan menulis, disiplin waktu, membersihkan diri serta lingkungan belajar, makan teratur dan bergizi, olah raga yang cukup, menjaga hubungan baik dengan orang tua, guru dan staf di sekolah, serta teman-teman di lingkungannya. Kebiasaan-kebiasaan ini akan membentuk perilaku belajar yang baik.
2)   Sikap Positif  (القريش)
Suku Quraisy termasuk suku yang mendapatkan keistimewaan dari Allah SWT. Hal ini karena beberapa karakter baik dan citra positif yang mereka miliki.[16] Sikap positif ini menjadi sangat penting bagi peserta didik, karena sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki sikap negatif akan mengalami kesulitan belajar yang sangat mengganggu dalam pembelajaran. Sikap positif yang harus ada pada diri seorang peserta didik diantaranya sopan santun, rendah hati, jujur, amanah, dermawan, menghargai orang lain, taat akan tata tertib, istiqomah (konsisten), pantang menyerah, optimis, memiliki visi ke depan, dan lain sebagainya.
3)   Aktif (رحلة)
Lafadz رحلة mengandung arti perjalanan. Orang-orang Quraisy seringkali melakukan perjalanan jauh untuk berdagang dan keperluan lain. Hal ini menunjukkan bahwa mereka bergerak aktif dalam mengajar apa yang menjadi tujuan mereka. Dari hal ini, karakter aktif ini hendaknya juga dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik hendaknya tidak diam dan hanya menunggu ilmu datang dengan sendirinya, karena hal itu tidaklah mungkin. Diperlukan keaktifan yang tinggi dalam pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar didapatkan secara maksimal. Peserta didik bukanlah hanya objek dari pendidikan, tetapi peserta didik juga sebagai subjek pendidikan, sehingga berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran, sangat dipengaruhi oleh aktif tidaknya peserta didik.
4)  Perencanaan yang Tepat  (الشتاء و الصيف)
Suku Quraisy dikenal sebagai suku yang hebat dalam merencanakan sesuatu. Mereka dapat membuat strategi yang matang untuk melakukan perjalanan perdagangan, sehingga tidak terganggu oleh pergantian musim. Hal ini juga yang harus menjadi karakteristik bagi peserta didik. Mereka harus mempunyai tujuan dan rencana untuk mencapai tujuan tersebut.
Perancanaan dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan jangka pendek mengandung target-target yang hendak dicapai dalam kurun waktu yang relatif dekat. Berisi tujuan-tujuan yang harus tercapai segera. Perencanaan jangka panjang berisi target-target yang hendak dicapai jauh di masa depan. Oleh karena itu peserta didik hendaknya memiliki cita-cita akan menjadi apa ia kelak di masa mendatang. Dengan adanya perencanaan ini, pembelajaran akan menjadi lebih terarah dan mendahululan prioritas yang berhubungan langsung dengan tujuan-tujuan peserta didik.
5)   Mendekatkan Diri Kepada Allah  (فليعبدوا ربّ هذا البيت)
Tujuan utama dari pendidikan Islam adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini yang terkadang dilupakan oleh peserta didik. Mereka lebih terfokus pada aspek duniawi dan menyampingkan aspek spiritual. Padahal seorang peserta didik akan mendapatkan derajat yang tinggi jika ia memiliki ilmu dan untuk memperoleh ilmu, peserta didik harus mendekatkan diri kepada pemilik seluruh ilmu yakni Allah SWT. Aspek spiritual yang selayakya dilakukan oleh peserta didik diantaranya adalah sholat wajib berjamaah, memperbanyak berdzikir kepada Allah SWT, puasa sunah, istiqomah dalam sholat sunah rawatib (qobliyah dan ba’diyah) sholat sunah tahajud, sholat sunah dhuha dan lain sebagainya.
Jika karakteristik-karakteristik tersebut telah ada pada diri seorang peserta didik maka Allah SWT akan memberikan keutamaan yakni أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ . Allah akan memenuhi kebutuhannya dan menjamin rasa aman di dalam hidupnya. Dalam konteks ini, Allah akan memberikan apa yang dibutuhkan dan paling diinginkan oleh peserta didik yakni ilmu. Sehingga derajatnya akan naik. Allah SWT juga akan memberikan ketenangan baginya dalam menuntut ilmu. Ketenangan ini bahkan lebih berharga dari harta termahal sekalipun. Banyak orang yang memiliki harta melimpah, ilmu yang tinggi, namun hidupnya tidak tenang sehingga memilih untuk mengahiri hidupnya. Dengan demikian ketenangan merupakan anugerah yang sangat luar biasa yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia-manusia yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya.

Kesimpulan
Tafsir QS. Al-Quraisy menyatakan bahwa terdapat niai-nilai positif dari suku Quraisy yang dapat dijadikan pelajaran bagi umat manusia bahkan hingga masa kini, saat suku Quraisy sudah tidak lagi ada. Nilai-nilai positif tersebut dianggap berkaitan erat dengan karakteristik yang hendaknya dimiliki oleh peserta didik, sebagai objek dan subjek pendidikan. Karena pada hakikatnya peserta didik perspektif Islam merupakan manusia yang sedang berusaha menjadi manusia seutuhnya berlandaskan tuntunan ajaran-ajaran Agama Islam sebagai bekal mereka untuk kehidupan di dunia dan di akhirat.
Karakteristik dalam QS. Al-Quraisy yang dapat dijadikan sebagai karakteristik peserta didik diantaranya yaitu kebiasaan yang baik, sikap positif, aktif, perencanaan yang tepat, dan mendekatkan diri kepada Allah. Dengan mengenal karakteristik tersebut, peserta didik hendaknya menempatkan posisi dirinya agar dapat menjadi peserta didik yang seharusnya. Dengan demikian Allah akan memberikan keutamaan-keutamaan berupa dipenuhi kebutuhan-kebutuhan dan diberikan ketenangan oleh Allah SWT.



Daftar Pustaka

Abdullah bin Muhammad, 2005, Ibnu Katsir, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor.
Abu Abdillah Al-Qurthubi, tt, Al-Jami li Ahkam al-Qur`an, Darul Fikr, Beirut.
Ahmad Musthofa Al-Maraghi, tt, Tafsir al-Maraghi Jilid 10, Darul Fikr, Beirut.
Arifuddin Arif, 2008, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Kultura (GP Press Group). Jakarta.
Hasbiyallah, The Development Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012).
Heris Hermawan. 2008.  Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka Ilmiah. Bandung.
Imam Husain Al-Baghowi, tt,  Tafsir al-Baghawi, Darul Ma’rifah, Libanon.
Jalaluddin Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, 1990, Tafsir Jalalain, Sinar Baru Bandung.
Mahmud, 2013, Inspiring Al-Quraisy for Success in Life, Sahifa, Bandung.
Manna Khalil Al-Qattan, 2009. Studi ilmu-ilmu Qur’an, Litera antarnusa, Bogor, cet. 12.
Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal Darussalam, Volume 7, No.2 (Desember 2008).




[1] Hasbiyallah, The Development Quality of Islamic Education, (Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic Studies AICIS XII, 2012), h. 410
[2] Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal Darussalam, Volume 7, No.2 (Desember 2008).
[3] Manna Khalil Al-Qattan, Studi ilmu-ilmu Qur’an, (Litera Antarnusa, Bogor, cet. 12, 2016), hal. 82
[4] Ahmad Musthofa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi Jilid 10, (Darul Fikr, Beirut, tt), h.245
[5] Abu Abdillah Al-Qurthubi, Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, (Darul Fikr, Beirut, tt), h.200
[6] Imam Husain Al-Baghowi,  Tafsir Al-Baghawi, (Darul Ma’rifah, Libanon, tt), h.542.
[7] Jalaluddin Al-Mahally dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain, (Sinar Baru Bandung, 1990) h.269-270.
[8] ibid
[9] Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, (Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Bogor, 2005), h.549-550.
[10] Heris Hermawan. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. hal: 81.
[11] Arifuddin Arif. 2008. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. hal: 71.
[12] Ibid. h.71-72.

[13] Ibid. h.72-74.
[14] Ibid. h.75.
[15] Mahmud, Inspiring Al-Quraisy for Success in Life, (Sahifa, Bandung, 2013), h.41
[16] Ibid, h..74.


PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK, DAN MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A.  Pendekatan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Pendekatan menurut bahasa berarti proses, cara, atau perbuatan mendekati.[1] Dalam Bahasa Inggris, pendekatan diterjemahkan dari kata approach. Kata approach ini sendiri mengandung arti a way of beginning something yang artinya ‘cara memulai sesuatu’. Dengan demikian, pengertian pendekatan dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai cara untuk memulai pembelajaran. Lebih dari itu, pendekatan dapat diartikan seperangkat asumsi mengenai proses pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran berbicara tentang sudut pandang kita terhadap serangkaian proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses pembelajaran yang masih bersifat sangat umum. Secara garis besar, pendekatan dalam pembelajaran terbagi dua yaitu: pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student centered approach) dan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada pendidik (teacher centered approach).[2]
Para ahli pendidikan membagi pendekatan pembelajaran menjadi beberapa macam, diantaranya ialah sebagai berikut:
1.    Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Kontekstual atau dikenal pula dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong mereka untuk menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Di dalam konteks ini pendidik perlu membuat peserta didik mengerti tentang makna belajar serta manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ini peserta didik akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari saat ini akan berguna untuk masa depan hidupnya nanti. Sehingga, diharapkan akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sebagai orang yang butuh akan belajar. Dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, setidaknya terdapat lima bentuk belajar, yaitu: mengaitkan, mengalami, menerapkan, kerjasama, dan mentransfer.
2.    Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ialah pendekatan dengan menggunakan logika dalam menarik suatu kesimpulan dari seperangkat premis yang diberikan. Dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif, peserta didik dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif ini digambarkan sebagai suatu pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum menjadi sesuatu yang khusus. Pendekatan deduktif menggunakan penalaran yang berawal dari keadaan umum menuju keadaan khusus dalam pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini diawali dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh-contoh khusus.
3.    Pendekatan Induktif
Kebalikan dari pendekatan deduktif, pendekatan induktif menggunakan pengambilan keputusan dari sesuatu yang sifatnya khusus menjadi sesuatu yang bersifat umum. Pendekatan Induktif lebih menekankan kepada pengamatan terlebih dulu, dan menarik kesimpulan kemudian. Pendekatan ini juga dikenal sebagai sebuah pendekatan dengan cara mengambil kesimpulan dari hal yang sifatnya khusus menjadi yang umum.
4.    Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep ialah pendekatan yang mengarahkan peserta didik untuk meguasai konsep dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami konsep. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengalaman dan pengamatan. Pendekatan ini menyajikan hanya suatu konsep namun tidak memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk dapat menghayati proses penyusunan konsep tersebut.
5.    Pendekatan Proses
Pendekatan proses merupakan kebalikan dari pendekatan konsep. Pendekatan proses memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati proses penyusunan atau penemuan suatu konsep sebagai keterampilan proses. Pendekatan proses merupakan pendekatan yang berorientasi pada proses pembelajaran bukan pada hasil pembelajarannya. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan proses dianggap penting untuk melatih daya piker, mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih ranah psikomotor peserta didik.
6.    Pendekatan Saintifik
Kurikulum 2013 pada semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran kurikulum 2013 harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan saintifik, ranah pengetahuan mentransformasi substansi materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’, ranah sikap akan berbicara tentang ‘mengapa’ dan ranah keterampilan tentang ‘bagaimana’. Maka dengan ini, hasil yang diinginkan adalah adanya peningkatan dan keseimbangan bagi peserta didik antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik dan memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik atau pendekatan ilmiah dalam pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Pada situasi dan kondisi tertentu, pendekatan saintifik tidak selalu baik untuk digunakan. Jika demikian, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menggunakan nilai-nilai atau sifat-sifat saintifik atau ilmiah.[3]
            Dari berbagai keterangan tentang pendekatan pembelajaran tersebut, maka pendekatan pembelajaran PAI hendaknya berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama Islam. Dengan demikian pada dasarnya semua pendekatan tersebut dapat digunakan oleh pendidik pada mata pelajaran PAI, dengan catatan menyesuaikan sifat materi ajar dengan karakteristik peserta didik.

B.  Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Stategi pembelajaran merupakan turunan dari pendekatan pembelajaran. Menurut Kemp strategi pembelajaran adalah suatu serangkaian kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan pendidik dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya menyebutkan bahwa di dalam strategi pembelajaran mengandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.[4]
Setidaknya terdapat empat unsur strategi jika diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah menetapkan tujuan pembelajaran, memilih sistem pembelajaran, menetapkan, metode dan teknik pembelajaran, dan menetapkan kriteria keberhasilan.[5]
Jika dilihat dari cara penyajiannya, strategi pembelajaran dibedakan menjadi dua bagian, yaitu strategi pembelajaran induktif (dari khusus ke umum) dan strategi pembelajaran deduktif (dari umum ke khusus). Strategi pembelajaran bersifat konseptual artinya untuk dapat dilaksanakan dalam pembelajaran, maka dibutuhkan metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, secara sederhana dapat dikatakan bahwa strategi adalah rencana untuk memperoleh sesuatu, dengankan metode adalah cara yang digunbakan untuk memperoleh sesuatu tersebut.
1.    Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang pendidik kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajran yang berorientasi kepada pendidik, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini pendidik memegang peranan yang sangat penting atau dominan.
2.    Strategi Pembelajaran Inquiry
Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara pendidik dan peserta didik. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristik, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan.” Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini peserta didik memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
3.    Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Di dalam strategi pembelajaran berbasis masalah ini terdapat 3 ciri utama:
·      Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
·      Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
·      Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.
4.    Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir peserta didik. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada peserta didik, akan tetapi peserta didik dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman peserta didik.
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir peserta didik melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan.
Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir. Pertama, strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah bukan sekedar peserta didik dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana peserta didik dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.[6] Dari pemaparan tentang strategi pembelajaran tersebut, maka PAI sebagai mata pelajaran dapat menggunakan berbagai strategi yang disesuaiken dengan keadaan, kondisi, dan kebutuhan. Dengan demikian tujuan yang diharapkan dari pembelajaran PAI dapat tercapai.
C.  Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Metode adalah suatu sarana untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan. Ada lagi yang memaknai bahwa metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jalan untuk mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran.
Metode dapat diartikan sebagai kegiatan pendidik dalam kegiatan pendidikan untuk memberikan pemahaman kepada siswa agar mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, metode merupakan bagian penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan.[7]
Dari beberapa pengertian yang digabungkan oleh para pakar di atas tentang pengertian metode pendidikan Islam. Kita dapat menyimpulkan tentang pengertian metode pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh al-Syaibaniy yaitu, segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Mendidik, disamping sebagai ilmu juga sebagai suatu seni. Seni mendidik atau mengajar disini yang dimaksudkan adalah keahlian di dalam penyampaian pendidikan atau pengajaran (metode mengajar). Pada prinsifnya, metode pendidikan itu sama dengan metode mengajar ilmu pengetahuan umum, walaupun diakui adanya beberapa ciri khusus tersendiri. Banyak buku-buku yang telah membahas berbagai macam metode dalam mengajar antara lain: Menurut Dr. Winarno Surachmad dalam bukunya “Interaksi mengajar dan Belajar”, mengemukakan berbagai metode mengajar dalam kelas, yaitu:[8]
1.    Metode Bercerita
Metode bercerita, secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu kata qashash merupakan bentuk jamak dari qishash, masdar dari qassa, yaqussu, artinya adalah menceritakan dan menelusuri/mengikuti jejak. Dalam al-Qur’an lafaz qashash mempunyai makna yaitu kisah atau cerita. Qashash artinya berita al-Qur’an tentang umat terdahulu.
Metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik. Dalam kegiatan pelaksanaannya metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal-hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi dasar.
Metode bercerita memiliki kelebihan dibanding dengan metode lainnya dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam. Kelebihan metode bercerita ini memiliki kelebihan dalam pembelajaran PAI, yaitu; dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat peserta didik; mengarahkan emosi menyatu pada kesimpulan; memikat; mempengaruhi emosi; dan membekas dalam jiwa dan menarik perhatian.[9] Adapun langkah-langkah bercerita yaitu:
a)    Langkah pertama adalah menetapkan tujuan dari metode bercerita. Agar proses pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan mencapai sasaran, maka salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah menentukan tujuan dari pembelajaran tersebut.
b)   Guru PAI hendaknya memilih jenis cerita yang sangat ia kuasai. Seorang guru PAI tetap dituntut untuk menguasai penceritaan berbagai jenis dongeng tentunya dengan latihan yang dilakukan terus-menerus.
c)    Alat peraga dalam bercerita sangat penting untuk dipersiapkan. Sebab bercerita itu dapat dibagi menjadi dua yaitu bercerita tanpa menggunakan alat peraga dan bercerita dengan mengunakan alat peraga.
d)   Langkah keempat dalam menggunakan metode bercerita adalah perhatikan posisi duduk peserta didik. Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para peserta didik dengan sepenuh hati dan pikiran mereka.
e)    Langkah kelima dalam metode bercerita adalah guru PAI memperhatikan peserta didik dalam penyimakan agar peserta didik dapat memperhatikan cerita.
f)    Menceritakan isi cerita dengan lengkap, Pada tahap ini, guru pendidikan agama Islam harus dengan jelas menceritakan cerita yang telah disusun dengan baik agar peserta didik dapat mengikuti secara maksimal.
g)   Menggunakan gaya bahasa yang baik dan mudah dimengerti peserta didik. Dalam proses bercerita, menggunakan bahasa yang baik dan mudah, memiliki gaya bahasa yang sesuai bagi guru.
h)   Intonasi guru dalam bercerita sangatlah penting dalam sebuah cerita di waktu mengajar. Pada permulaan cerita guru hendaknya memulainya dengan suara tenang. Kemudian mengeraskannya sedikit demi sedikit. Perubahan naik-turunnya cerita harus sesuai dengan peristiwa dalam cerita.
i)     Membuat puncak konflik. Puncak konflik ini dapat dilihat dari isi cerita dan ini memang harus betul-betul diperhatikan oleh guru PAI.
j)     Penampakan emosi. Saat bercerita guru harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada pendengar bahwa seolah-olah hal itu adalah emosi guru itu sendiri.
2.    Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode di dalam pendidikan dimana guru bertanya sedang murid menjawab tentang bahan atau materi yang ingin diperolehnya.[10] Metode ini dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan, fakta-fakta tertentu yang sudah dijarkan dan untuk merangsang perhatian murid dengan berbagai cara (sebagai apersepsi, selingan dan evaluasi). Metode tanya jawab tepat dipergunakan:
a)    Untuk mengarahkan anak agar perhatiaanya terarah kepada masalah yang sedang dibicarakan.
b)   Untuk mengarahkan proses berpikir anak didik.
c)    Sebagai bahan ulangan/ evaluasi kemampuan materi yang telah dikuasai anak didik.
d)   Sebagai penambah metode ketika metideh ceramah telah dipergunakan.
3.    Metode Diskusi
Metode diskusi ialah suatu metode di dalam mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga berakibat menimbulkan pengertian serta pengubahan tingkah laku murid. Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berfikir dan mengeluarkan pendapat sendiri, serta ikut menyumbangkan pikiran dalam satu masalah bersama yang terkandung banyak kemungkinankemungkinan jawaban.
Diskusi juga berarti suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi selalu diarahkan apada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh anggota dalam kelompoknya. [11] Kelebihan metode diskusi ialah:
a)    Suasana kelas lebih hidup, sebab anak-anak mengarahkan perhatiannya kepada masalah yang sedang didiskusikan, partisipasi anak dalam metode ini lebih baik.
b)   Dapat menaikkan prestasi kepribadian individu, seperti: toleransi, demokratis, berfikir kritis, sistimatis, dabar dan sebagainnya.
c)    Kesimpulan hasil diskusi mudah dipahami anak, karena anak-anak mengikuti proses berpikir sebelum sampai kepada suatu kesimpulan.
d)   Anak-anak dilatih belajar mematuhi peraturan dan tata tertib dalam suatu diskusi sebagai latihan pada musyawarah yang sebenarnya.
4.    Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode dalam pendidikan dimana cara menyampaikan pengertian-pengertia materi kepada anak didik dengan jalan memberi penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya guru dapat mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya: gambar-gambar, peta, denah, dan alat peraga lainnya. Metode ceramah efektif dipergunakan:
a)    Apabila akan menyampaikan bahan atau materi kepada banyak orang.
b)   Apabila penceramahnya orang pembicara yang baik dan berwibawa.
c)    Apabila tidak ada waktu untuk berdiskusi dan bahan pelajaran yang akan disampaikan terlalu banyak.
d)   Apabila bahan atau materi yang akan disampaikan hanya merupakan keterangan atau penjelasan (tidak dapat alternatif yang lain yang dapat didiskusikan)
Adapun kelebihan metode ceramah, diantaranya:
a)    Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan sebanyakbanyaknya.
b)   Organisasi kelas lebih sedrhana, tidak peerlu mengadakan pengelompokan murid-murid seperti metode yang lain.
c)    Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah cukup besar.
d)   Apabila penceramah berhasil baik, dapat menimbulkan semangat, kreasi dan konstruktif, yang merangsang murid-murid untuk melaksanakan suatu tugas/ pekerjaan.
e)    Metode ini lebih fleksibel dalam asrti bahwa jika waktu terbatas (sedikit) bahan dapat dipersingkat, diambil hal-hal yang penting saja, dan sebaliknya apabila waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan bahan yang banyak dan mendalam.
5.    Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara mendemokan atau memperlihatkan suatu proses. Metode ini, biasanya cocok digunakan untuk mengajarkan suatu pembentukan suatu konsep atau proses suatu percobaan dalam suatu materi yang diajarkan. Metode demonstrasi dalam prakteknya memerlukan sejumlah alat peraga. Kelebihan metode demonstrasi antara lain:
a)    Siswa akan terpusat perhatiannya terhadap kegiatan demonstrasi yang dilakukan.
b)   Suasana belajar tidak pasif, tetapi terjadi interaksi yang dinamisanatara guru dengan siswa.
c)    Siswa terangsang untuk berpikir kritis
d)   Memberikan pengalaman yang bersifat praktis sehingga siswa lebih mudah memahami konsef.
e)    Siswa lebih mudah mengambil kesimpulan
f)    Siswa bisa langsung mendapat jawaban dari guru terhadap pertanyaan-pertanyannya yang kemungkinan besar menjadi faktor penghambat siswa memahami suatu materi.

D.  Tenik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Menurut Gerlach dan Ely teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, teknik diartikan sebagai metode atau sistem mengerjakan sesuatu, cara membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Dengan demikian, Teknik Pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Secara umum ada empat dasar dalam menentukan teknik pembelajaran, yakni:
a)    Mengindentifikasikan dan menetapkan kekhususan perubahan perilaku peserta didik yang diharapkan.
b)   Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan cita-cita dan pandangan hidup masyarakat.
c)    Memilih dan menetapkan metode belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh pendidik dalam menunaikan tuganya.
d)   Memilih dan menetapkan ukuran keberhasilan kegiatan belaja rmengajar sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru untuk melakukan evaluasi (penilaian).
Selain empat dasar diatas, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan juga sebelum mengembangkan teknik pembelajaran pendidikan agama, yakni:
a)    Tujuan pembelajaran umum pendidikan Agama Islam (dapat dilihat pada silabus atau garis-garis besar program pembelajaran yang diberlakukan)
b)   Karakteristik bidang studi pendidikan Agama Islam
c)    Karakteristik siswa yang akan mengikutinya (dapat diketahui melalui tes secara lisan maupun tertulis, angket dan lainnya)




E.  Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 
Model pada hakikatnya merupakan visualisasi atau kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan. Komaruddin berpendapat bahwa: Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu system asumsi-asumsi, data-data, dan informasi-informasi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan da n menunjukkan sifat bentuk aslinya.
Dalam konteks pembelajaran, sebagaimana diungkapkan Sukmadinata, bahwa model merupakan suatu desain yang menggambarkan suatu proses, rincian dan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik berinteraksi, sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri peserta didik. Sedangkan Joyce & Weil, menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
 Model pembelajaran di susun berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran juga mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajar-an, dan pengelolaan kelas.
Model pembelajaran yang berisi langkah-langkah pembelajaran seringkali pula di pandang sebagai sebuah strategi pembelajaran yang memiliki pengertian hampir sama dengan model pembelajaran, sebagaimana dikemukakan Sanjaya bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Di bawah ini dikemukakan beberapa contoh kegiatan pembelajaran yang cukup efektif dan efisien di kelas yang ditawarkan oleh Kemendiknas, yaitu:
1.     Pembelajaran Model PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan)
Prinsip-prinsip yang menonjol dalam pembelajaran model PAKEM di antaranya adalah peserta didik harus aktif dalam pembelajaran ini dan pembelajaran harusmenyenangkan peserta didik. Pembelajaran harus dikemas agar peserta didik benar-benar aktif dan kreatif, misalnya dengan menkondisikan peserta didik aktif belajar dan melakukan sesuatu. Guru tidak lagi ceramah yang membuat peserta didik hanya pasif mendengarkan ceramahnya. Ceramah diperlukan bila perlu. Untuk membuat peserta didik senang dalam belajar maka guru harus memfasilitasi peserta didik dengan berbagai media atau alat yang mendukung pembelajaran, misalnya dengan media komputer (laptop), LCD, atau media lain yang memungkinkan peserta didik untuk senang dalam belajar. Yang juga harus diperhatikan bahwa pembelajaran harus tetap efektif, yakni mencapai tujuan yang direncanakan. Sebagai contoh, ketika membelajarkan al-Quran, peserta didik dikondisikan untuk belajar langsung melafalkan ayat-ayat al-Quran dibantu dengan media yang mendukung. Guru terus memantau peserta didik dalam proses pembelajaran agar efektif.
2.    Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan kerjasama di antara peserta didik di kelas. Banyak model pembelajaran yang bisa dilakukan dalam rangka pembelajaran kooperatif, misalnya model diskusi kelompok, diskusi kelas, Team Game Tournament (TGT), model Jigsaw, Learning Together (belajar bersama), dan lain sebagainya. Sebagai contoh, untuk mempelajari sejarah Nabi Muhammad saw. peserta didik melakukan diskusi kelompok dengan tema-tema diskusi yang sudah ditentukan, sehingga dalam waktu yang singkat bisa diperoleh informasi yang lebih komprehensif tentang sejarah Nabi Muhammad saw. Melalui model ini guru bisa mengamati bagaimana peserta didik berdiskusi sambil memberikan penilaian proses terutama dalam penerapan nilai-nilai karakter, misalnya kecerdasan, keingintahuan, kesantunan, kedemokratisan, dan lain sebagainya. Peserta didik juga diminta untuk meneladani karakter-karakter mulia yang ada pada diri Nabi Muhammad saw. seperti kejujuran, kecerdasan, kesabaran, kesantunan, kepedulian, dan ketangguhan.
3.    Pemodelan
Dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) terutama untuk pembinaan karakter para siswa, pemodelan (pemberian uswah hasanah atau teladan yang baik) merupakan metode yang cukuf efektif. Yang menjadi model utama dalam hal ini adalah guru agama dan semua guru yang ada di sekolah. Guru agama harus menjadi model dalam berkarakter di hadapan para siswa dalam berbagai hal, terutama karakter-karakter yang ditargetkan, seperti kereligiusan, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian, dan kedemokratisan. Dalam aktivitas sehari-hari di kelas dan sekolah khususnya dan di luar sekolah umumnya, guru harus menjadi model berkarakter di hadapan para siswa. Karena itu, guru PAI harus menunjukkan kejujuran di hadapan para siswa, memiliki kecerdasan yang tinggi terutama terhadap kompetensi-kompetensi PAI, memiliki ketangguhan untuk mendidik dan berdakwah, memiliki kepedulian dan tangguh jawab yang tinggi, harus demokratis dalam proses pembelajaran di kelas, dan menunjukkan karakter-karakter mulia lainnya di hadapan para siswa. Guru juga bisa menunjukkan beberapa model dari tokoh-tokoh berkarakter yang berhasil dalam hidupnya, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Misalnya untuk memotivasi siswa agar jujur, gurumemodelkan Nabi Muhammad saw., agar siswa cerdas, guru memodelkan Prof. Dr. Ing. Habibie, dan lain sebagainya.
4.    Pembelajaran Afektif
Pembelajaran afektif adalah model pembelajaran yang menekankan tumbuhnya sikap pada diri peserta didik dari proses pembelajaran yang diikuti. Dalam pembelajaran model ini peserta didik antara lain diminta untuk berinteraksi dengan sumber-sumber belajar agar mencapai hasil belajar yang baik. Guru selalu memberi motivasi kepada peserta didik agar menyadari apa yang dipelajari dan mensikapinya dengan benar. Dalam beberapa kasus, pembelajaran sikap merupakan tujuan atau sasaran utama dari suatu pembelajaran. Kampanye anti-narkoba dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan penanganannya misalnya, adalah contoh dari model pembelajaran ini. Sebagai contoh dalam pembelajaran PAI, peserta didik diajak untuk memerhatikan betapa Allah swt. sudah memberikan kenikmatan yang begitu banyak kepadanya, seperti kelengkapan dan kesempurnaan bentuk fisiknya, sehingga tumbuh kesadaran untuk bersyukur (berterima kasih) kepada-Nya. Bagaimanapun juga, pembelajaran sikap adalah salah satu komponen atau fokus utama dari suatu pembelajaran, terutama dalam rangka pendidikan karakter.


[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008)
[2] Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: ALFABETA, 2013), h. 163.
[3] Nina Sakinah, 2014, Macam-Macam Pendekatan Pembalejaran, http://sakinahninaarz009.blogspot. co.id/2014/06/macam-macam-pendekatan-pembelajaran.html diakses 20 Maret 2018.
[4] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008).
[5] Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Rosdakarya Remaja, 2003)
[6] Rito Kurniawan, Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran, dari https://ritokurniawan.wordpress.com/ 2012/05/14/jenis-jenis-strategi-pembelajaran/, diakses pada 20 Maret  2018
[7] Syahidin Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran
[8] Drs. H. Zuhairini, Drs. Abdul Ghogur, dan Drs. Slamet As. Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Biro Ilmiah akultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1983), h. 82
[9] Jurnal Al-Thariqah Vol. 1, No. 1, Juni 2016 7
[10] Drs. Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama (MKPA), (Bandung: Armico, 1985), h.113
[11] Drs. Abu Ahmadi, Metodik... h.114